Katanya setiap tetes gerimis itu punya misi
di dunia. setiap
tetes yang lahir dari langit
yang sama namun terjatuh di tempat berbeda.
Satu di kubangan, digilas roda kendaraan,
menggelincir di
payung-payung yang bermekaran,
atau menetes di pipi bersama tangisan.
Hati-hati yang melankolis bertanya,
“apakah langit sedang
kesepian?
hingga mendatangkan awan dan menjatuhkan hujan?”
Yang lainnya menyahut, “Mungkin sedang ada perjamuan”,
atau
“Barangkali ada yang mati, entah bulan atau matahari.”
Aku mengulum senyuman
mengeratkan pegangan pada payung
yang
mulai tak mampu melindungi diriku dari basah yang ia teteskan.
Aku selalu tak mampu menghindar
setiap kali mendung mengubah
gumpalannya menjadi cairan bening untuk dijatuhkan.
Entah, ada godaan yang begitu kuat untuk mendongak
melihat
langit, memastikan bahwa ini benar-benar hujan.
Rintik yang begitu menggiurkan atau
barangkali hanya
kebiasaan,
seperti ketika kamu mengingat banyak kenangan dari secangkir kopi.
Aku suka derai halus gerimis
yang menetes di kulitku,
membasahi rambut dan bajuku.
“Kalau kamu suka gerimis kenapa kamu selalu memakai payung?”,
tanya seseorang kepadaku.
Tidakkah aku akan tampak menyedihkan
jika berjalan begitu saja
ketika hujan?
Selalu begitu, sekalipun aku tertawa-tawa dibawahnya.
Gerimis selalu mirip dengan tangis.
itu menyedihkan, hanya
karena mereka
sama-sama turun dalam tetesan,
bukan berarti mereka serupa
membawa kepedihan.
Aku suka hujan gerimis,
ketika mendung yang pekat
akhirnya
berhasil menjadi butiran jernih.
*pluie narrateur*
By : Shasih_minyung
0 komentar:
Post a Comment